Maraknya Jual Beli Skripsi

Mungkin berita ini bukanlah berita yang tabu di kalangan mahasiswa Indonesia, walaupun hanya segelintir kecil mahasiswa yang melakukan tindakan ini. Bayangkan saja hanya dalam waktu 1 bulan seorang mahasiswa dapat menyelesaikan skripsinya. Untuk membuat sebuah skrpsi saja dibutuhkan biaya sekitar 5 juta rupiah dengan jaminan Mahasiswa tersebut tidak perlu repot2x mengetik, mencari bahan penelitiannya.

Tentunya hal ini sangat mencoreng mutu pendidikan kita yang sedang berbenah menuju untuk lebih baik. Bagaimana mungkin mutu lulusan akan baik kalo mahasiswanya seperti ini…???

Agar tidak kecolongan, tentunya harusnya ada kontrol yang ketat dari pihak akademis terhadap mahasiswa yang emalksanakan Tugas Akhir. Kontrol tersebut mulai dari pemilihan judul, siapa dosen pembimbingnya, jadwal pelaksanaanya dan dimana dilakansakan penelitian tersebut.

Tapi terkadang yang disayangkan adalah adanya main mata antara pembimbing dan mahasiwa yang bersangkutan seperti permainan uang (sogokan), seperti yang pernah saya temui ketika kuliah dulu, bahwa ada sebagian oknum dosen yang meminta uang kepada mahasiswa dengan jaminan lulus sidang dengan nilai baik.

Sebagai antisipasi sebaiknya dilakukan studi kelayakan terhdap Tugas Akhir yang dibuat, kemudian dilakukan uji materil terhadap skripsi yang dibuatnya dengan melibatkan pihak diluar kampus, tentunya yang berkaitan dengan skripsi yang dibuatnya. Kemudian terhadap dosen yang nakal, seharusnya dilakukan kontrol yang ketat dan kalau bisa diberhentikan saja (daripada membuat buruk nama institusi). Seharusnya para mahasiswa juga menyadari pnetingnya kalau kita yang membuat skripsi itu, karena itu demi kebaikan kita juga. Karena yang namanya bangkai sepandai apapun menutupnya, pasti akan tercium juga.

Tetap jaya dan maju pendidikan Indonesia

Etika Ber Web

Web adalah salah satu media yang paling banyak digunakan saat ini baik dalam hal jurnalistik, keuangan, pemerintahan, pendidikan, kesehatan dall. Setiap web yang dibuat mengutamakan konsep bagaimana informasi yang disajikan bisa dimengerti oleh user dan tentunya dapat menarik minat user terhadap informasi yang disampaikan. Dalam membuat Sebuah web, tentunya dibutuhkan juga etika dalam membuatnya. Salah satunya adalah etika komposisi menu yang ada di dalmnya. Ini menjadi hal yang utama karena ini mencerminkan kondisi dari pada perusahan/ lembaga tersebut. Dengan menu/ pemposian letak yang acak-acakan tentunya mengesankan bahwa perusahan/ elmbaga tersebu terkesan acak-acakan juga karena secara tidak langsung tentunya pengguna yang masuk ke halaman web tersebut menjadi malas untuk melihatnya. Jadi untuk membagun sebuah web ada beberapa cara yang saya sarankan :

Tentukan dulu tema dari web site yang akan dibuat.

Buatlah rancangan web nya dengan cara meminta masukan dari atasan mengenai web yang akan kita buat agar tepat sasaran

Buatlah model web site standarnya, kemudian lihatkan kepada pimpinan.

Setelah mendapat approve dari pimpinan, lengakapilah web tersebut

Upadate minimal 1 x 1 tahun, mengenai tampilannya agar tidak terkesan monoton

Bagaimana Mengukur Bagusnya sebuah situs????

Nielsen/NetRating, perusahaan yang melakukan pengukuran terhadap situs internet, tak akan lagi menggunakan page views sebagai patokan utama keunggulan sebuah situs. Dengan makin banyaknya situs web 2.0, patokan utama adalah lamanya pengunjung berada di sebuah situs.

Hal itu yang diungkapkan Scott Ross, Director of Product Marketing Nielsen/NetRatings. Menurut Rosshal itu dipicu oleh makin banyaknya situs yang menggunakan Asynchronous JavaScript and XML (AJAX) dan yang menawarkan konten berupa streaming media.

“Bukan berarti page views tidak relevan lagi, tapi sudah makin tidak akurat untuk mengukur keseluruhan lalu lintas dan kemampuan situs mempertahankan pengunjungnya. Jumlah total menit adalah metode yang paling akurat untuk membandingkan beberapa situ,” papar Ross, seperti dikutip detikINET dari ComputerWorld, Selasa (10/7/2007).

AJAX memungkinkan sebuah situs menawarkan konten pada pengunjungnya tanpa mengharuskan sebuah halaman ditampilkan ulang (refresh/reload). Situs dalam keluarga Yahoo!, misalnya, sudah makin getol menerapkan teknologi tersebut.

Perubahan tersebut, ujar Ross, akan memudahkan pemasang iklan untuk menentukan bagaimana pengunjung situs tertentu menikmati konten. Untuk situs seperti YouTube, Ross melanjutkan, lamanya waktu kunjungan menggambarkan seberapa terlibat pengunjung dengan konten di dalamnya.

Nielsen/NetRatings masih akan menampilkan page views sebagai patokan sekunder. Di masa depan Ross tak menutup kemungkinan akan menerapkan patokan yang berbeda lagi. “Sementara ini kami akan memilih penggunaan menit untuk membandingkan dua buah situs. Tapi nantinya, kami akan melihat lagi apa sesungguhnya arti menit dalam hal kesempatan beriklan,” ia menambahkan.

Ross yakin akan terjadi perubahan pada ranking situs-situs populer dengan metode baru ini. Google, misalnya, diprediksikan akan mengalami penurunan karena kebanyakan pengunjung hanya menghabiskan waktu sebentar di situs tersebut.

Di sisi lain, situs AOL bisa jadi akan mengalami peningkatan ranking karena banyaknya pengguna instant messaging mereka. Untuk situs Yahoo! atau MSN, Ross memperkirakan ranking-nya tak akan berubah banyakSumber:detiknet

Tips Of The Day

images.jpg

Extasi NO…, Kreasi Yes…